Rembulan temanilah aku kali ini
Hempaskan selendang kabut yang menutupi wajahmu
Yang menebal tak menentu itu
Kau harus tetap disini walaupun siang nanti
Ku tak mau matahari dia terlalu keras menyinari bumi
Kau sekarang juga sendiri disini
Lihatlah langitmu meredup bintang menghilang
Aku adalah penjaga malam yang selalu menunggu cinta datang
Ku mulai terbiasa pada semua masalah dalam hidupku
Rembulan tetaplah disini
Sampai kau menghilang nanti
Saturday, 5 October 2013
[Poem] HILANG
Ku lihat matahari akan hilang
Cinta juga mulai meredup di dada
Ku berkata, ku hilang rupa
Di air hilang bentuk dalam kabut
Semua yang bergerak coba tuk mendekat pun hilang
Diriku yang dulu juga sudah hilang
Mungkin sudah terbang terbawa angan
Malam pun terjaga
Tanpa bulan dan bintang yang biasa mendampinginya
Suara yang memanggilku di setiap sudut hati pun tak ada
Bayanganku sendiri pun sudah meninggalkan ku
Sepi pun mulai berkuasa
Kata dan makna pun hilang perlahan
Dan ku memikirkan yang hilang, kemanakah mereka?
Semua hilang, hanya tinggal khayalan
Khayalan masih terus saja terjaga
Cinta juga mulai meredup di dada
Ku berkata, ku hilang rupa
Di air hilang bentuk dalam kabut
Semua yang bergerak coba tuk mendekat pun hilang
Diriku yang dulu juga sudah hilang
Mungkin sudah terbang terbawa angan
Malam pun terjaga
Tanpa bulan dan bintang yang biasa mendampinginya
Suara yang memanggilku di setiap sudut hati pun tak ada
Bayanganku sendiri pun sudah meninggalkan ku
Sepi pun mulai berkuasa
Kata dan makna pun hilang perlahan
Dan ku memikirkan yang hilang, kemanakah mereka?
Semua hilang, hanya tinggal khayalan
Khayalan masih terus saja terjaga
[Poem] LAMPU PIJAR DI TENGAH KOTA
Sebuah lampu pijar di tengah kota
Sedang mengeru-erukan cita-citanya
Dia berkata
“Ku ingin menerangi dunia
Ku sudah berada lebih lama di sini dari pada manusia
Manusia yang hanya memikirkan diri mereka
Dan aku mengetahui lebih banyak peristiwa dari pada mereka”
“Ku ingin menerangi dunia”
“Ku tahu dunia tak bahagia
Setelah apa yang sudah dialaminya
Maka aku akan meneranginya
Ketika matahari tak mampu lagi bercahaya”
“Ku ingin menerangi dunia”
Tak henti-hentinya menyuara, Mereduplah cahayanya
Tak kuat menahan lelahnya, Mereduplah kota
Lampu pijar tenggelam dalam khayalanya
Sedang mengeru-erukan cita-citanya
Dia berkata
“Ku ingin menerangi dunia
Ku sudah berada lebih lama di sini dari pada manusia
Manusia yang hanya memikirkan diri mereka
Dan aku mengetahui lebih banyak peristiwa dari pada mereka”
“Ku ingin menerangi dunia”
“Ku tahu dunia tak bahagia
Setelah apa yang sudah dialaminya
Maka aku akan meneranginya
Ketika matahari tak mampu lagi bercahaya”
“Ku ingin menerangi dunia”
Tak henti-hentinya menyuara, Mereduplah cahayanya
Tak kuat menahan lelahnya, Mereduplah kota
Lampu pijar tenggelam dalam khayalanya
[Poem] DIBALIK HUJAN KALI INI
Kelam di dalam
Di balik jendela kulihat sebuah kenangan hampa
Hujan turun membawa duka yang lalu
Menjadi buih dan ombak di hati
Yang mencoba memukul berkali kali
Gemercik membuat semua menjadi nyata
Mengguyur hati membangunkan kisah yang sudah pergi
Barisan suara petir mengalun bersamaan
Menggema di seluruh sisi jiwa
Kau mungkin bisa riang sendiri sekarang
Ku terdampar dalam kelam sendiri
Dan aku,
Memang seharusnya begini setiap kali coba tuk cintai
Di balik hujan kali ini beribu kisah menjelma di dalam mimpi
Di balik jendela kulihat sebuah kenangan hampa
Hujan turun membawa duka yang lalu
Menjadi buih dan ombak di hati
Yang mencoba memukul berkali kali
Gemercik membuat semua menjadi nyata
Mengguyur hati membangunkan kisah yang sudah pergi
Barisan suara petir mengalun bersamaan
Menggema di seluruh sisi jiwa
Kau mungkin bisa riang sendiri sekarang
Ku terdampar dalam kelam sendiri
Dan aku,
Memang seharusnya begini setiap kali coba tuk cintai
Di balik hujan kali ini beribu kisah menjelma di dalam mimpi
[Poem] MENEMUKAN CINTA DI PERSIMPANGAN HATI
Ku bertemu denganya
Di persimpangan, matahari mulai meredupkan sinarnya
Wajahnya tersiram oleh sinar purnama
Ada kenangan terkubur yang kembali terbuka
Di dalam jantungku, darah mulai mempercepat langkahnya
Ada berbekas kata kata di dalam dada
Tetapi hatiku enggan berkata
Hanya sempat bertatap mata
Pertemuan yang sedetik saja
Jadi seribu tahun lamanya
Ku ingin bertahan lebih lama di sana
Tapi tak bisa, karena dia
Pergi begitu saja tanpa berkata
Di persimpangan, matahari mulai meredupkan sinarnya
Wajahnya tersiram oleh sinar purnama
Ada kenangan terkubur yang kembali terbuka
Di dalam jantungku, darah mulai mempercepat langkahnya
Ada berbekas kata kata di dalam dada
Tetapi hatiku enggan berkata
Hanya sempat bertatap mata
Pertemuan yang sedetik saja
Jadi seribu tahun lamanya
Ku ingin bertahan lebih lama di sana
Tapi tak bisa, karena dia
Pergi begitu saja tanpa berkata
[Poem] KU DUDUK TERMENUNG DI SINI
Ku masih sendiri di sini
Termenung akan lamunanku sendiri
Mendengar apa yang bisa kudengar
Dan melihat apa yang bisa kulihat
Duduk sendiri di sini
Di tanah gersang, lapang, tak berpenghuni
Udara panas merontokkan daun kering
Menghembuskan debu dan pasir
Terbangkan angan yang entah kemana
Langit tak cerah, awan hitam menutup sudah cahya
Membuat bayangan diriku meredup
Masih tetap sendiri di sini
Sekarang, jadi bising!
Bosan dengar hingar bingar kehidupan kota
Dan tawa riang yang mengawali sebuah malapetaka
Tidak ada lagi yang ada di sini
Gedung gedung tinggi itu
Mempersempit setiap gang yang ada di sini
Mereka yang terbuang ada di sini
Dan tetap saja ku masih sendiri di sini
Termenung dengan lamunanku sendiri yang tiada henti
Termenung akan lamunanku sendiri
Mendengar apa yang bisa kudengar
Dan melihat apa yang bisa kulihat
Duduk sendiri di sini
Di tanah gersang, lapang, tak berpenghuni
Udara panas merontokkan daun kering
Menghembuskan debu dan pasir
Terbangkan angan yang entah kemana
Langit tak cerah, awan hitam menutup sudah cahya
Membuat bayangan diriku meredup
Masih tetap sendiri di sini
Sekarang, jadi bising!
Bosan dengar hingar bingar kehidupan kota
Dan tawa riang yang mengawali sebuah malapetaka
Tidak ada lagi yang ada di sini
Gedung gedung tinggi itu
Mempersempit setiap gang yang ada di sini
Mereka yang terbuang ada di sini
Dan tetap saja ku masih sendiri di sini
Termenung dengan lamunanku sendiri yang tiada henti
[Poem] CERITA MEREKA
Mereka semua yang terbaring disana
Dulu mereka punya cerita
Cerita tentang negri dan anak cucu mereka
Garisan awan putih di angkasa. Negriku kering kerontang
Jadikan medan pertempuran para pembela negri
Ledakan demi ledakan. Negriku hangus terbakar
Jadikan lautan api kota dan rumah kami
Tembakan demi tembakan. Lautan mayat saudaraku terhampar
Tempat dimana jasa para mayat pembela negri
Mereka semua yang terbaring disana
Dulu mereka punya cerita
Cerita tentang perebutan kembali kemerdekaan negri mereka
Kalian yang sekarang dapat bercerita
Kepada anak cucu kalian tentang perjuangan kemerdekaan
Kalian yang sekarang dapat berkata
Bahwa negrinya kini sudah merdeka
Kalian semua yang sekarang
Seharusnya takkan lupa
Tentang tumpah darah negri kalian
Kalian semua yang terbaring disana
Dulu pernah bercerita kepada anak cucunya
Tentang perjuangan negri mereka
Tentang tumpah darah anak cucu mereka
Tentang kemerdekaan negri mereka
Dulu mereka punya cerita
Cerita tentang negri dan anak cucu mereka
Garisan awan putih di angkasa. Negriku kering kerontang
Jadikan medan pertempuran para pembela negri
Ledakan demi ledakan. Negriku hangus terbakar
Jadikan lautan api kota dan rumah kami
Tembakan demi tembakan. Lautan mayat saudaraku terhampar
Tempat dimana jasa para mayat pembela negri
Mereka semua yang terbaring disana
Dulu mereka punya cerita
Cerita tentang perebutan kembali kemerdekaan negri mereka
Kalian yang sekarang dapat bercerita
Kepada anak cucu kalian tentang perjuangan kemerdekaan
Kalian yang sekarang dapat berkata
Bahwa negrinya kini sudah merdeka
Kalian semua yang sekarang
Seharusnya takkan lupa
Tentang tumpah darah negri kalian
Kalian semua yang terbaring disana
Dulu pernah bercerita kepada anak cucunya
Tentang perjuangan negri mereka
Tentang tumpah darah anak cucu mereka
Tentang kemerdekaan negri mereka
[Poem] SANGSAKA
Kini warnanya, bukan berwarna merah
Bukan pula berwarna putih
Warnanya kini hitam, makin kelam, makin berdebu
Bila tak lagi berani juga tak lagi suci
Cerminan atas fatamorgana di padang pasir
Mungkin sebelumnya, ketika aku belum dilahirkan
Ia melebihi dari segala-galanya
Dimana akan kusimpan sangsaka ini?
Jika kini kami tidak punya keberanian lagi
Jika kini suci yang telah ternodai
Dan jika kau tahu beritahu aku?
Bila ini hancur, kemana mau di bawa pergi?
Jika ini boleh ada di pasar mungkin diantara gerobokan
Aku memilih tempat emperan stasiun menghitung kereta lalu lalang
Atau tuk tutupi mayat di kamar mayat
Kemana akan kubawa pergi sekarang ini?
Dimana akan kusimpan jika warnanya bukan merah dan putih lagi?
Namun, Biar luka kembali melebar
Ataupun darah kembali keluar
Kami akan coba, cerahkan lagi sangsaka kami
Sangsaka Merah Putih
Bukan pula berwarna putih
Warnanya kini hitam, makin kelam, makin berdebu
Bila tak lagi berani juga tak lagi suci
Cerminan atas fatamorgana di padang pasir
Mungkin sebelumnya, ketika aku belum dilahirkan
Ia melebihi dari segala-galanya
Dimana akan kusimpan sangsaka ini?
Jika kini kami tidak punya keberanian lagi
Jika kini suci yang telah ternodai
Dan jika kau tahu beritahu aku?
Bila ini hancur, kemana mau di bawa pergi?
Jika ini boleh ada di pasar mungkin diantara gerobokan
Aku memilih tempat emperan stasiun menghitung kereta lalu lalang
Atau tuk tutupi mayat di kamar mayat
Kemana akan kubawa pergi sekarang ini?
Dimana akan kusimpan jika warnanya bukan merah dan putih lagi?
Namun, Biar luka kembali melebar
Ataupun darah kembali keluar
Kami akan coba, cerahkan lagi sangsaka kami
Sangsaka Merah Putih
Subscribe to:
Posts (Atom)